Slider

Ramadhan Corner

KARYA WISATA

LAYAR LEBAR

Karya Sastra

FIGUR

ICIP ICIP

Foto dan Dsain

» » » Hidup dalam Kepalsuan

Saya pernah baca sebuah quote dari Kang Emil (Ridwan Kamil, yang saat ini menjadi wali kota Bandung). Dalam sebuah quote twitternya berbunyi seperti ini kalau tidak salah, “Muka itu dirawat bukan diedit..”

Dari kalimat itu, saya mendapatkan sebuah kebenaran yang secara langsung sesuai dengan kondisi masa kini. Orang kebanyakan lebih memilih memalsukan wajahnya, jika tidak percaya silakan cek akun facebooknya, twitternya bahakan instagramanya.

Di sana banyak sekali kebohongan/pemalsuan wajah. Wajahnya sudah mengalami editan, tentunya dengan bantuan kamera yang otomatis ada jenis tampilan yang diinginkan. Atau dengan menggunakan aplikasi lain semisal photoshop atau aplikasi yang bisa dipasang di gadget.

Saya juga sadar, bahwa termasuk dalam golongan yang di atas. Terlebih jika foto yang ditaruh di akun dunia maya, rata-rata foto yang bagus dan terbaik menurut diri sendiri. Untuk itulah saat ini saya akan mencoba jujur apa adanya dan menaruh semua hasil jepretan kamera yang dipunya. Sekali lagi, apapun itu hasilnya dan apa adanya.

Jelek dan bagus bukan ukuran mutlak. Itu hanya persepsi dan penilaian seseorang saja. Penilaian  itu tentu akan berbeda satu dengan yang lainnya. Ketahuilah wahai saudara-saudaraku bahwa rupa yang menawan bukanlah sebuah jaminan. Tetapi yang menjadi jaminan adalah isi (kecerdasan) dan prilakunya (akhlaq).

Bagi saya sendiri, seorang perempuan itu lebih cantik manakala ia rajin, bisa memasak, dan cerdas dalam mengurus anak. Saya tidak menafikan kecantikan wajahnya saja, tetapi lebih elok jika kecantikan itu dari dalam dan luarnya juga. Setiap wanita itu dilahirkan dengan kecantikannya masing-masing.

Tapi, banyak wanita yang lebih senang memoles kecantikannya dengan sesuatu yang tak alami. Bahkan mereka lupa untuk memoles kecantikan yang ada di dalamnya. Seharusnya yang diedit itu bukan hanya wajahnya, tetapi dalamnya juga, biar sama-sama imbang. Luarnya bagus, dalamnya juga syukur-syukur bagus, jadinya double.

Kita hidup di dunia ini dalam kepalsuan. Selalu menahan naluri kehewanan yang ada dalam diri. Padahal jika sifat kehewanan itu dibiarkan tentu akan menjadi kacau, salah satu contohnya dalah budaya di Barat. Hidup dalam kepalsuan untuk hal ini saya kira tetap dianjurkan, sebab bagaimanapun nafsu hewan yang ada dalam diri harus dikendalikan.

Masih punya malu, berarti masih normal. Karena merasa malu itulah akhirnya sifat buruknya diubah dengan sifat yang baik. Sesuatu yang buruk itu tidak baik, oleh karena tidak baik maka hal itu sangat dibenci oleh kebanyakan orang. Siapa yang keburukannya lebih banyak maka keberadaannya seolah tidak diinginkan. Tapi, jika kebaikan seseorang itu lebih banyak, maka semua orang akan mengharapkan ada jutaan yang sepertinya.

Siapa yang masih memiliki malu berarti imannya masih ada. Iman itulah yang akan membawa seseorang ke sebuah tempat yang paling agung lagi tinggi. Ya, tempat itu adalah surga yang telah Allah janjikan. Oleh karenanya, sifat malu harus kita miliki, sebab Al-hayau minal imaan- malu itu sebagian dari iman. [Ah]

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar: