Slider

Ramadhan Corner

KARYA WISATA

LAYAR LEBAR

Karya Sastra

FIGUR

ICIP ICIP

Foto dan Dsain

» » » Bercerminlah !

Ilustrasi. (Sumber : Google)
‘Bercermin’ ini tentunya harus kita tanamkan dalam diri. Sebab tanpa cermin inilah kita tidak mungkin bisa membandingkan semuanya. Bahkan kita bisa dibuat lupa untuk bercermin, sehingga melahirkan pribadi-pribadi yang sombong, angkuh, congkak dan lupa diri. Inilah sebabnya kebiasaan bercermin harus kita galakan.

Bercermin tidak asal bercermin, tetapi harus betul-betul kepada orang yang baik. Sebab jika bercermin kepada orang yang salah bisa menyebabkan salah jalan. Misalnya seorang tetangga yang selalu bercermin kepada tetangganya yang hidup mewah, sedangkan penghasilannya pas-pasan.

Kalau hal ini dipaksakan bisa merusak dirinya sendiri dan akhirnya menimbulkan masalah yang luar biasa dalam dirinya. Untuk itu, bercermin itu harus bisa menempatkan diri, kepada siapa dan kapan. Dalam hal kebaikan tentu kita sangat dianjurkan untuk iri, tetapi dalam hal keduniaan agama pun melarangnya dengan keras.

Man ‘arafa nafsahu faqad ‘arafa rabbahu; Siapa yang mengenal dirinya, maka ia telah mengenal siapa tuhannya. Ini adalah salah satu cermin diri yang baik. Mengetahui dirinya sendiri dalam rangka mengetahui siapa sang penciptanya. Dengan mengetahui kekurangn diri, maka akan semangkin merasa lemah dan tidak berdayannya diri.

Mengenal Diri, itulah suluk. Suluk adalah fase-fase perjalanan hidup untuk pada akhirnya mengalami realitas sejati. Hanya dengan mengenal jatidiri, maka makhluq mengenal Khaliq. Hanya dengan menyadari ia hina, maka ia mengerti Allah Maha Tinggi.

Hanya dengan mengenal jatidiri, maka makhluq mengenal Khaliq.  Dengan menyadari ia najis, maka ia mengerti Allah Maha Suci. Hanya dengan mengaku telah berbuat salah dan dosa, serta bertobat, maka manusia akan mengerti bahwa Allah Maha Pengampun.

Ihtitām
Orang yang bahagia yaitu orang yang ‘ngaca’ terhadap dirinya. Dai sejuta umat, Alm. Zainudin Mz pernah menyampaikan tausiah tentang ciri-ciri orang yang bahagia. Pertama, ingat akan kesalahan yang pernah diperbuat. Mengingat kesalahan dan dosa untuk menjadi lebih baik, baru kemarin berbuat dosa, ini nambah lagi. Kedua, melupakan kebaikan yang pernah dilakukan (merasa kebaikannya belum cukup). Ia merasa belum pernah berbuat baik, sehingga merasa rugi kalau tidak berbuat baik.

Ketiga, dalam urusan dunia melihat kebawah. Artinya timbul rasa syukur. Masih banyak yang sengsara dari dirinya, ketika menemui kesulitan, ia berpikir masih banyak yang merasakan kesulitan dibandingkan dengannya. Keempat, dalam urusan akhirat ia melihat ke atas. Si Pulan bisa puasa sunah, kenapa saya tidak. Dia bisa ngaji, kok saya enggak. Iri terhadap dunia dilarang, iri dalam kebaikan sangat dianjurkan.

Untuk itu mari bersama-sama kita bercermin, tentunya dengan menggunakan cermin yang baik. Jika selama ini cermin yang kita gunakan itu belum baik, mari mulai detik ini juga diubah dan perlahan untuk meninggalkannya. Semoga kita diberikan kemudahan dan kekuatan oleh Allah SWT untuk selalu berada di jalan yang lurus, wa ihdinsshiratha al-mustaqiim.



«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar: